EKONOMI ISLAM
A. Latar
Belakang
Indonesia memiliki
beberapa pemikir yang ikut berperan serta dalam memajukan negara Indonesia.
Para pemikir tersebut merupakan ahli di berbagai bidang. Indonesia seperti
kebanyakan negara-negara di dunia, mempunyai berbagai permasalahan yang dapat
mengganggu stabilitas sebuah sistem bernegara. Terutama permasalahan mengenai
ekonomi dalam pandangan islam. Karena negara indonesia merupakan salah satu
negara dengan penduduk islam terbesar di dunia. Dan semua permasalahan ini mau
tidak mau membuat para tokoh ekonomi islam Indonesia turut campur, paling tidak
sebagai seorang pendidik yang mengajarkan ilmu-ilmu ekonomi islam pada generasi
muda. Sehingga diharapkan, generasi muda
Indonesia mampu menangani berbagai permasalahan ekonomi yang ada. Para tokoh
ekonomi islam Indonesia tersebut rata-rata memang memegang peranan penting
dalam perkembangan ekonomi di Indonesiasejak kemerdekaan indonesia sampai
sekarang.
B. Rumusan
Masalah
Dari latar belakang di
atas, maka kita dapat menyimpulkan beberapa rumusan masalah. Sebagai berikut :
1.
Bagaimana
Perkembangan Ekonomi Islam di Indonesia?
2.
Bagaimana
Biografi Dan Pemikiran Tokoh Ekonomi Islam di Indonesia?
C. Tujuan
·
Untuk
melihat perkembangan Ekonomi di Indonesia.
·
Untuk
mempelajari tentang pemikiran tokoh Ekonomi Islam di Indonesia.
PEMBAHASAN
EKONOMI
ISLAM DI INDONESIA
A. Perkembangan
Ekonomi Islam di Indonesia
Sejarah pemikiran dan
aktivits ekonomi Islam Indonesia tidak lepas dari sejarah masuknya Islam di
negeri ini. Secara historis telah berakar sejak periode kemerdekaan. Namun
mencuatnya kebutuhan akan lembaga perbankan islami di tengah praktek ekonomi
kontemporer tidak dapat dilepaskan dari perkembangan pemikiran dan gagasan
tentang konsep ekonomi islam. Fenomena tersebut ditandai dengan berdirinya
perkumpulan pendukung ekonomi islam (PPEI) di Jakarta pada tanggal 23 November
1955, yang kemudian diikuti dengan dibentuknya panitia diberbagai daerah dan
kota-kota lain untuk mendirikan cabang-cabangnya. Oleh karena itu, nampak
kepada kita adalah upaya dan gerakan yang dominan untuk penegakan syariah Islam
dalam kontek kehidupan politik dan hukum. Walaupun pernah lahir Piagam Jakarta
dan gagal dilaksanakan, akan tetapi upaya Islamisasi dalam pengertian penegakan
syariat Islam di Indonesia tak pernah surut.
Menurut para pakar, mengapa bahasa Melayu
menjadi bahasa Nusantara, ialah karena bahasa Melayu adalah bahasa yang populer
dan digunakan dalam berbagai transaksi perdagangan di kawasan ini. Para pelaku
ekonomi pun didominasi oleh orang Melayu yang identik dengan orang Islam.
Pemikiran dan aktivitas ekonomi syariah di Indonesia akhir abad ke-20 lebih
diorientasikan pada pendirian lembaga keuangan dan perbankan syariah. Salah
satu pilihanya adalah gerakan koperasi yang dianggap sejalan atau tidak
bertentangan dengan syariah Islam. Oleh karena itu, gerakan koperasi mendapat
sambutan baik oleh kalangan santri dan pondok pesantren. Gagasan dan pemikiran
ini baru belakangan dapat diwujudkan, yakni berawal dari berdirinya Bank
Muammalat Indonesia(BMI) yang dioperasikan sejak tanggal 1 Mei 1992.
Sepanjang tahun 1990an
perkembangan ekonomi syariah di Indonesia relatif lambat. Tetapi pada tahun
2000an terjadi gelombang perkembangan yang sangat pesat ditinjan dari sisi
pertumbuhan asset, omzet dan jaringa kantor lembaga perbankan dan keuangan
syariah.[1] Di
sektor keuangan dan perbankan sendiri selama periode tahun 2012 menuju 2013,
perbankan syariah Indonesia
mengalami tantangan yang cukup
berat dengan mulai dirasakannya dampak
melambatnya pertumbuhan perekononomian dunia yang mengakibatkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak setinggi yang diharapkan, walaupun
Indonesia termasuk negara yang masih mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil di dunia.
Sementara itu di sisi
non keuangan, Industri keuangan syariah adalah salah satu bagian dari bangunan
ekonomi syariah. Sama halnya dengan ekonomi konvensional, bangunan ekonomi
syariah juga mengenal aspek makro maupun mikro ekonomi. Namun, yang lebih
penting dari itu adalah bagaimana masyarakat dapat berperilaku ekonomi secara
syariah seperti dalam hal perilaku konsumsi, giving behavior (kedermawanan),
dan sebagainya. Perilaku bisnis dari para pengusaha Muslim pun termasuk dalam
sasaran gerakan ekonomi syariah di Indonesia. Walau terlihat agak lambat namun perilaku
kegiatan ekonomi semakin berkembang. Hal ini ditandai semakin meningkatnya
kesadaran masyarakat terhadap perilaku konsumsi yang Islami, tingkat
kedermawanan yang semakin meningkat ditandai oleh meningkatnya dana zakat,
infaq, waqaf, dan sedekah yang berhasil dihimpun oleh badan dan lembaga
pengelola dana-dana tersebut.
Ø Faktor
Pendorong
Perkembangan ekonomi
syariah di Indonesia tidak terlepas dari beberapa faktor pendorong. Secara
sederhana, faktor-faktor itu dkelompokkan menjadi faktor eksternal dan
internal.
Faktor eksternal
adalah penyebab yang datang dari luar negeri, berupa perkembangan ekonomi
syariah di negara-negara lain, baik yang berpenduduk mayoritas Muslim maupun
tidak. Negara-negara tersebut telah mengembangkan ekonomi syariah setelah timbulnya
kesadaran tentang perlunya identitas baru dalam perekonomian mereka. Kesadaran
ini kemudian ’mewabah’ ke negara-negara lain dan akhirnya sampai ke Indonesia.
Sedangkan faktor
internal antara lain adalah kenyataan bahwa Indonesia ditakdirkan menjadi
negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia. Fakta ini menimbulkan
kesadaran di sebagian cendikiawan dan praktisi ekonomi tentang perlunya suatu
ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam dijalankan oleh masyarakat Muslim
di Indonesia.[2]
B. Biografi
Dan Pemikiran Tokoh Ekonomi Islam Indonesia
1. M.
Dawam Rahardjo
M. Dawam Rahardjo
dilahirkan di desa Tempur Sari, Solo jawa Tengah pada tanggal 20 April 1942.[3]
Ayahnya adalah seorang ahli tafsir al- Qur'an dan merupakan orang pertama yang
menanamkan kecintaannya akan al-Qur'an kepada Dawam Rahardjo. Sebagai orang
yang berangkat dari keluarga muslim, sejak kecil ia sudah kental dengan
pendidikan agama. Dorongan dari keluarga muslim ini pula yang mengantarkan dia
tekun dan semangat di dalam mengkaji masalah-masalah agama.
Bersama keluarganya
Dawam Rahardjo tidak saja akrab dengan pranata-pranata sosial kemasyarakatan
Islam seperti pondok pesantren Jamsaren, pesantren Krapyak atau organisasi
perkotaan Muhammadiyah, tapi juga dekat dengan ulama’ berpengaruh seperti KH.
Imam Ghazali, KH. Ali Darokah, Ustadz Abdurrahman. Walau dalam karir akademinya
orang lebih mengenalnya sebagai “jebolan sekolahan” yang pernah mengenyam
pendidikan melalui program American Field Service (AFS) atau pendidikan SMA di
Boisie, Indaho Amerika Serikat dan berhasil mendapat gelar sarjana ekonomi dari
UGM ( Universitas Gajah Mada) Yogyakarta.[4]
Dawam Rahardjo adalah
seorang ekonom muslim yang mempunyai segudang aktifitas dan pernah menduduki
jabatan penting dalam organisasi, diantaranya pernah menjabat ketua II dewan
pakar ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim indonesia), Direktur Utama Pusat
Pengembangan Agribisnis, Ketua Dewan Direktur Lembaga Studi Agama dan Filsafat,
Ketua Redaksi Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur'an dan Dosen di Lembaga
Pendidikan Pengembangan Manajemen (LPPM) Jakarta.[5]
Ø PEMIKIRAN
Sebagai seorang muslim
sekaligus ekonom, Dawam Rahardjo dalam mengkaji persoalan etika ekonomi Islam
tidak terlepas dari al-Qur'an dan Hadits. Menurut pengamatan Dawam, ada tiga
penafsiran tentang istilah 'ekonomi Islam', yaitu:
Ø Pertama, ekonomi Islam
adalah ilmu ekonomi yang berdasarkan nilai-nilai atau ajaran Islam. Maka akan
timbul pengertian ajaran Islam itu mempunyai pengertian yang tersendiri
mengenai apa itu ekonomi.
Ø Kedua, yang dimaksud
ekonomi Islam adalah sistem ekonomi Islam. Sistem menyangkut pengaturan, yaitu
pengaturan kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat atau Negara berdasar cara
atau metode tertentu.
Ø Ketiga, Maksud dari
penafsiran ini adalah sebagai perekonomian dunia Islam,penafsiran ini muncul
dari sifat pragmatis sebagaimana dilakukan oleh Negara Islam.[6]
Dengan demikian
gagasan Dawam mengenai etika ekonomi Islam secara lebih jelasnya merupakan
suatu usaha penyelidikan atau pengkajian secara sistematis tentang perilaku,
tindakan dan sikap apa yang dianggap benar atau baik oleh kaum muslimin dalam
hal ekonomi, sesuai tuntunan baik al-Qur'an maupun Hadist. Nilai-nilai tentang
yang benar dan yang salah serta yang baik dan yang buruk di dalam kehidupan
ekonomi didasarkan kepada konsep pemuliaan terhadap anak adam. Manusia adalah
mahkota ciptaan Allah. Manusia diciptakan dalam bentuk yang paling indah.
Tetapi kesempurnaan manusia sebagai mahluk, bukan hanya dari segi fisiknya.
Kehidupan manusia mengandung dua dimensi, jasmani dan rohani. Karena aspek
rohani ini bersifat unik pada manusia, dengan rohani itu manusia memperoleh
makna dalam hidupnya.[7]
Dawam Rahardjo
menggambarkan perekonomian pada masa Namrud dan Fir'aun, sistem ekonomi
masyarakat pada waktu itu disusun secara komando, sehubungan perkembangan
kebutuhan yang meningkat dengan menimbulkan gagasan untuk menghimpun manusia
dalam jumlah yang banyak untuk mewujudkannya, sehingga timbullah cara
perbudakan yang didukung sistem kekuasaan. Sementara etika Islam antara lain
didasarkan atas prinsip kemerdekaan yang merupakan dasar dari hak asasi
manusia.
Dalam ajaran Islam,
sumber rezeki itu adalah Allah. Dalam system perbudakan dan feodal terdapat
suatu kontradiksi. Dasar pemikiran kedua sistem tersebut adalah, bahwa raja
atau penguasa adalah sumber rezeki, karena jiwa manusia dan tanah dikuasai oleh
dan karena itu dianggap menjadi hak sekelompok orang atau kelas tertentu.[8]
2. Muhammad
Syafi’I Antonio
Muhammad Syafii
Antonio lahir di Sukabumi, Jawa Barat, 12 Mei 1965.Nama aslinya adalah Nio Cwan
Chung. Dia adalah WNI keturunan Tionghoa. Sejak kecil mengenal dan menganut
ajaran Konghucu, karena ayahnya seorang pendeta Konghucu. Selain mengenal
ajaran Konghucu, Syafii Antonio juga mengenal ajaran Islam melalui pergaulan di
lingkungan rumah dan sekolah. Syafii Antonio sering memerhatikan cara-cara
ibadah orang-orang Islam. Syafii Antonio juga sempat memeluk Kristen Protestan
dan berganti nama dari Nio Cwan Chung menjadi Pilot Sagaran Antonio. Meskipun
demikian, Syafii Antonio tetap ingin memperdalam pengetahuannya tentang Islam.
Untuk mengetahui kelebihan Islam daripada agama-agama lainnya, termasuk agama
yang dia anut saat itu, Syafii Antonio melakukan studi komparatif dengan
pendekatan sejarah, alamiah, dan nalar atau rasional.
Berdasarkan tiga
pendekatan itu, hanya Islam yang menurutnya benar-benar agama yang mudah
dipahami ketimbang agama lain. Islam mengajarkan ketauhidan dan memiliki kitab
suci Al Quran yang penuh mukjizat, baik ditinjau dari bahasa, tatanan kata,
isi, berita, keteraturan sastra, data-data ilmiah, dan berbagai aspek lainnya.
Setelah melakukan perenungan untuk memantapkan hati, maka di saat berusia 17
tahun dan masih duduk di bangku SMA, Syafii Antonia putuskan memeluk agama
Islam atas bimbingan KH Abdullah bin Nuh al-Ghazali pada 1984. Keputusan
tersebut tentu saja mendapat tantangan keras dari keluarga. Bahkan dia sempat
dikucilkan dan diusir dari rumah. Dengan kesabaran dan tetap berprilaku santun
terhadap keluarga, akhirnya membuahkan hasil dan tidak lama kemudian ibundanya
menyusul menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
Kesungguhan Syafii
Antonio untuk menjadi muslim kaffah dia tunjukkan dengan mengikuti berbagai
diskusi agama Islam dan mempelajari bahasa Arab di Pesantren an-Nidzom,
Sukabumi, di bawah pimpinan KH Abdullah Muchtar. Meskipun dia kuliah di ITB dan
IKIP, tapi kemudian pindah ke IAIN Syarif Hidayatullah. Itu pun tidak lama
karena dia melanjutkan sekolah ke University of Yourdan (Yordania). Selesai
studi S1 di Yordania, Ia melanjutkan program S2 di International Islamic
University (IIU) di Malaysia, khusus mempelajari ekonomi Islam. Dan kemudian
menyelesaikan gelar doktor di bidang perbankan dan keuangan mikro di University
of Melbourne tahun 2004 lalu.
Ia sempat bergabung
dengan Bank Muamalat, bank dengan sistem syariah pertama di Indonesia. Dua
tahun setelah itu, ia mendirikan Asuransi Takaful, lalu berturut-turut reksa
dana syariah. Kemudian ia mendirikan Tazkia Group yang memiliki beberapa unit
usaha dengan mengembangkan bisnis dan ekonomi syariah yang salah satunya adalah
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia. Dedikasinya terhadap perkembangan
ekonomi dan perekonomian umat Islam inilah yang membuatnya kini dikenal sebagai
salah satu dari sedikit ekonom Islam Indonesia.
Ø PEMIKIRAN
Sistem ekonomi syariah
dalam kehidupan masyarakat Islam di dunia termasuk di Indonesia memiliki
masalah di bidang itu. Jadi persoalan terbesarnya adalah terkait dengan ekonomi
alias kemiskinan. Penyebab kemiskinan ini juga disebabkan oleh beberapa faktor.
Ada kemiskinan yang berakar pada pola pikir atau istilahnya konseptual problem.
Tentang mana yang lebih baik antara miskin, sabar, kaya syukur, apa yang
dimaksud dengan qonaah, takdir miskin, atau malas tidak mau berjuang, dan
lainnya. Kemudian yang kedua miskin karena masalah teknis, antara lain lack of
competence, lack of marketing, dan lack of financial management. Dan yang
ketiga, miskin karena struktural, tidak terlalu mendukung pada small and micro.
Menurutnya, Islam itu agama yang siap untuk dites secara hukum, sejarah, ilmu
pengetahuan, dan sosiologi. Bahkan secara business and entrepreneurship, secara
family system, dan financial system pun Islam siap menjawabnya.[9]
Sistem perekonomian
islam yang diterapkan di lembaga keuangan dan perbankani belum lengkap misalnya
bagaimana menarik dana-dana dari Timur Tengah dengan satu obligasi negara yang
berbasis syariah. Negara Singapura, begitu tahu, langsung melakukan modifikasi
pada penerapannya ke dalam sistem yang ada, sehingga bisa memastikan dana-dana
Timur Tengah itu masuk. Bahkan Jepang juga melakukan itu, serta salah satu
negara bagian di Jerman sudah mulai melirik hal itu, begitu juga dengan China.
Saya khawatir Indonesia akan ketinggalan dalam hal melakukan deregulasi
kebijakan sektor finansial. Walaupun pembinaan perbankan syariah dan pembinaan
asuransi syariah sudah ada, tetapi masih belum ditingkatkan.
Antonia berpendapat
bahwa manajemen syari’ah itu universal, karena manajemen itu lebih kepada soft
skill, lebih kepada kebiasaan, norma, strategi. Karena melihat hal ini, maka
peluangnya terbuka luas. Terutama dari sisi SDM, sisi operasi, dari sisi
pemasaran, dan keuangan. Ini yang standar-standar saja, dan ini semua bisa
dimasukan oleh norma manajemen. Hal itu juga seperti dikatakan dalam Al-Quran,
Sunnah, rukun Islam, rukun iman dan sepanjang sejarah mereka memiliki kebijakan
itu. Bahkan dalam ritual-ritual seperti doa, sholat, puasa bisa sangat
berpengaruh ke dalam efektivitas manajemen terutama untuk pengembangan SDM,
serta untuk manajemen keuangan dapat lebih transparan.[10]
Bila kita mengenang
kejayaan islam dan mempelajari keunggulan dan peradaban sekaligus kepedihan.
Unggul karena islam memiliki semua dimensi yang diperlukan untuk maju. Pedih
karena ketika semua keunggulan mulai digenggam, para penguasa mulai melupakan
kewajiban untuk menyejahterakan masyarakat sehingga otoritas kekuasaannya tidak
lagi ditopang oleh masyarakat dan kapasitasnya. Hal ini juga pernah diungkapkan
ekonom islam Ibnu Khaldun. Dalam pandangannya, kejayaan adalah tali temali dari
kekuasaan yang disegani. Kekuasaan yang kokoh tidak tercipta tanpa ditopang oleh
ekonomi yang tangguh. Ekonomi yang kuat tidak lahir kecuali penguasa
melangsungkan pembangunan. Dan pembangunan hanya sia-sia bila tidak disertai
pemerataan dan keadilan dalam kerangka syariah.[11]
3. Adiwarman
Karim
Nama lengkap dan
gelarnya adalah Ir.H. Adiwarman Azwar Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P., lahir di
Jakarta pada 29 Juni 1963. Adiwarman atau Adi (nama panggilan) merupakan
cerminan sosok pemuda yang mempunyai "hobi" belajar. Pendidikan
tingkat S1 ia tempuh di dua perguruan tinggi yang berbeda, IPB dan UI. Gelar
Insinyur dia peroleh pada tahun 1986 dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Pada
tahun tahun 1988 Adiwarman berhasil menyelesaikan studinya di European
University, Belgia dan memperoleh gelar M.B.A. setelah itu ia menyelesaikan
studinya di UI yang sempat terbengkalai dan mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi
pada tahun 1989. Tiga tahun berikutnya, 1992, Adiwarman juga meraih gelar
S2-nya yang kedua di Boston University, Amerika Serikat dengan gelar M.A.E.P.
Selain itu ia juga pernah terlibat sebagai Visiting Research Associate pada
Oxford Centre for Islamic Studies.
Modal akademis dan
konsistensinya pada bidang ekonomi menghantarkannya untuk meniti berbagai karir
prestisius. Pada tahun 1992 Adiwarman masuk menjadi salah satu pegawai di Bank
Mu’amalat Indonesia, setelah sebelumnya sempat bekerja di Bappenas. Karir Adi
di BMI terbilang cemerlang, karir awalnya sebagai staf Litbang. Enam tahun
kemudian ia dipercaya untuk memimpin BMI cabang Jawa Barat. Jabatan terakhirnya
di pionir bank syariah tersebut adalah Wakil Presiden Direktur. Jabatan
tersebut dipegang sampai dengan tahun 2000, ketika ia memutuskan untuk keluar
dari BMI.
Menurutnya, memutuskan
keluar dari BMI bukan perkara gampang. Sebab, bekerja di bank syari’ah sudah
menjadi keinginannya sejak masih menjadi mahasiswa. Karena itu ia baru berani
memutuskan untuk keluar dari BMI setelah melakukan shalat istikharah selama 6
bulan. Keluarnya Adiwarman dari BMI disebabkan ia memiliki agenda yang lebih
besar yang ingin dicapai, yaitu memperjuangkan dibukanya divisi syari’ah di
bank-bank konvensional. Hasil dari upaya Adiwarman tersebut dapat dilihat
sekarang ini, dengan dibukanya divisi-divisi, unit dan gerai syari’ah di
beberapa bank konvensional, meskipun itu bukan satu-satunya faktor penyebabnya.
Setelah melepas
jabatannya di BMI, pada tahun 2001 dengan modal Rp. 40 juta Adiwarman kemudian
mendirikan perusahaan konsultan yang diberi nama Karim Business Consulting.
Semula, banyak pihak termasuk yang bergabung di perusahaannya awalnya memandang
pesimis prospek perusahaan yang dipimpinnya. Hal ini bisa dimaklumi, sebab
ketika itu bank syari’ah di Indonesia hanyalah BMI. Tetapi, seiring
perkembangan ekonomi Islam dan perbankan syari’ah di Indonesia, saat ini
perusahaan yang dipimpinnya telah menjadi rujukan pertama dari berbagai masalah
ekonomi dalam perbankan Islam atau Syari’ah.
Kontribusi Adiwarman
dalam pengembangan perbankan dan ekonomi syari’ah di Indonesia bukan saja
sebagai praktisi, tetapi juga sebagai intelektual dan akademisi. Ia menjadi
dosen tamu di sejumlah perguruan tinggi ternama seperti UI, IPB, Unair, IAIN
Syarif Hidayatullah dan sejumlah perguruan tinggi swasta untuk mengajar
perbankan dan ekonomi syariah. Di beberapa perguruan tinggi tersebut ia juga
mendirikan Shari’ah Economics Forum (SEF), suatu model jaringan ekonomi Islam
yang bergerak di bidang keilmuan. Lembaga tersebut menyelenggarakan pendidikan
non kulikuler yang diselenggarakan selama dua semester dan dipersiapkan sebagai
sarana "islamisasi" ekonomi melalui jalur kampus.
Pada 1999, Adiwarman
bersama kurang lebih empat puluh lima tokoh dan cendikiawan Muslim Indonesia
bersepakat mendirikan lembaga IIIT-I (The International Institute of Islamic
Thought-Indonesia). IIIT, sebagai induk organisasinya yang berkedudukan di
Amerika Serikat adalah lembaga kajian pemikiran Islam yang berupaya
mengeksplorasi Islamisasi ilmu pengetahuan sebagai respon Islam atas
perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan. Upaya itu semula digagas oleh beberapa
cendikiawan Muslim di Amerika Serikat pada tahun 1981. Di Indonesia, upaya
serupa telah dilakukan lewat pengembangan dan eksplorasi ilmu ekonomi Islam.
Meruahnya respon atas upaya ini terbukti salah satunya dengan semakin banyaknya
institusi-institusi perbankan yang mengadopsi sistem syari’ah.
Sama seperti induk organisasinya,
IIIT-Indonesia berkembang sebagai sebuah organisasi nirlaba yang bergerak di
wilayah pemikiran dan kebudayaan. IIIT-Indonesia bersifat independen, tidak
berafiliasi dengan gerakan lokal mana pun. Misi yang diembannya adalah
mengembangkan pemikiran Islam berikut metodologinya dalam kerangka meningkatkan
kontribusi umat Islam dalam membangun peradaban bersama yang lebih baik.
Bersama dengan IIIT-I inilah Adiwarman menebarkan gagasanya tentang ekonomi
Islam.
Kepakaran Adiwarman di
bidang ekonomi Islam semakin diakui dengan ditunjuknya ia sebagai anggota Dewan
Syari’ah Nasional dan terlibat dalam mempersiapkan lahirnya Undang-Undang
Perbankan Syari’ah. Saat ini Adiwarman sudah dikaruniai tiga orang anak yang
diberi nama Abdul Barri Karim (12 tahun), Azizah Mutia Karim (11 tahun), dan
Abdul Hafidz Karim (6 tahun) dari pernikahannya dengan Rustika Thamrin (35
tahun), seorang Sarjana Psikologi UI, pada usia 25 tahun.[12]
Ø
PEMIKIRAN
Misi penegakkan
syari’at yang diusung oleh Islam fundamentalis mendapat reaksi dari kelompok
liberal yang mengkampanyekan sekularisme. Menurut kelompok ini, gerakan islam
tidak perlu membawa isu keagamaan ke dalam wacana public. Selain itu, dalam
memanggapi persoalan public, pendekatan agama tidak perlu dipakai dan cukup diganti
dengan ilmu pengetahuan. Demikian pula formulasi syari’at islam menjadi hukum
positif tidak diperlukan, karena dalam formalisasi itu negara harus memilih
suatu mazhab tertentu yang berarti akan menyingkirkan mazhab-mazhab yang lain.
Karena itulah, pilihan yang tepat adalah mengembalikan Islam kepada masyarakat
untuk menjalankan syari’at mereka secara otonom tanpa intervensi Negara.
Menurutnya, perbedaan
pendapat dalam menyikapi isu-isu actual seputar ekonomi dan perbankan syari’h
atau Islam di Indonesia. Di bidang ini, kelompok fundamentalis berusaha
memperjuagngkan berlakunya syari’at Islam dalam sistem ekonomi Islam, khususnya
perbankan Islam. Sama halnya dengan memperjuagkan syari’at Islam di bidang
politik dan hukum. Bedanya, jika perjuangan melalui jalur politik dilakukan
dengan cara-cara radikal, sementara perjuangan menegakkan ekonomi Islam
cenderung memilih cara-cara gradual dan demokratis.
Di Indonesia,
fundamentalis yang memperjuangkan tegaknya ekonomi Islam dapat dibedakan
menjadi dua kelompok lagi, yaitu kelompok professional dan kelompok
intelektual. Kelompok fundamentalis professional berorientasi pada praktek.
Mereka merasa tidak perlu menunggu perkembangan teori Islam menjadi mapan,
serta mencukupkan diri dengan “piranti” teori yang sudah ada, yaitu fiqh
mu’amalah setelah dikonseptulaisasi. Golongan professional inilah yang berada
di balik pendirian BMI dan bank-bank Islam lainnya.
Berbeda dengan
fundamentalis intelektual yang berorientasi pada teori. Mereka berupaya
menyediakan bangunan teori-teori ekonomi yang kokoh terlebih dahulu sebagai
dasar pijakan bagi terlaksananya ekonomi islam secara baik dan benar serta
dapat diterima secara luas oleh masyarakat (ilmiah). Sekalipun demikian, dalam
upaya membangun teori tersebut kelompok fundamentalis intelektual ini juga
tidak sepaham. Kelompok ini memandang adanya perbedaan antara ilmu ekonomi
dengan ideologi Islam. Akibatnya adalah keduanya tidak akan bisa bertemu.
Istilah ekonomi Islam adalah istilah yang kurang tepat sebab ada
ketidaksesuaian antara definisi ilmu ekonomi dengan ideologi Islam tersebut.
Karena itu mazhab ini mengganti istilah ilmu ekonomi Islam dengan iqtisad yang
mengandung arti selaras, setara dan seimbang (in between). Kemudian menyusun
dan merekonstruksi ilmu ekonomi tersendiri yang bersumber dari al-Quran dan
Sunnah.
Adiwarman tidak lepas
dari metode sejarah dan fiqh dalam membangun keilmuan ekonomi Islam yang
berupaya menjelaskan fenomena ekonomi kontemporer dengan merujuk pada sejarah
Islam klasik, terutama pada masa Rasulullah. Khususnya sejarah pemikiran
ekonomi, dapat dibedakan menjadi dua macam; yaitu sejarah yang memaparkan
evolusi pemikiran di mana suatu pemikiran dapat bersumber dari satu atau
beberapa tokoh, dan sejarah yang menceritakan riwayat hidup tokoh-tokoh besar
di bidang ekonomi. Berdasarkan pembedaan ini, Adiwarman cenderung untuk
menggunakan pendekatan sejarah pemikiran ekonomi maupun sejarah perekonomian.
Suatu ketika dengan gamblang ia menceritakan praktek perekonomian yang berlaku
pada masa Rasulullah dan sahabat ataupun era tertentu di kalangan umat Islam,
tetapi pada saat yang lain ia mengkaji beberapa tokoh ekonomi dan pemikir
Islam. Dengan basis sejarah ini, nampaknya Adiwarman berupaya menemukan
landasan akar sejarah yang kuat bagi bangunan teori ekonomi.
Selain pendekatan
sejarah, Adiwarman juga menggunakan pendekatan fiqh. Dalam pandangannya, fiqh
tidak hanya berbicara pada aspek ‘ubudiyah semata. Fiqh berbicara aspek sosial
masyarakat yang lebih luas, terutama ketika dibingkai dalam wadah fiqhul waqi’iy
(fiqh realitas). Dalam format yang demikian, fiqh lebih merupaka suatu respon
atas problematika kontemporer sebagai suatu upaya menemukan jawaban dan solusi
yang tepat bagi suatu masyarakat tertentu dalam konteks tertentu pula. Karena
itu Adiwarman selalu berpegang pada adagium “li kulli maqam, maqal. Wa likulli
maqal, maqam”. (Setiap kondisi butuh ungkapan yang tepat. Dan setiap ungkapan,
butuh waktu yang tepat pula).
Pendekatan fiqh yang
digunakan Adiwarman tidak berdiri sendiri. Untuk dapat merespon fenomena
ekonomik, prinsip-prinsip fiqh yang diformulasikan ulama masa lalu ditarik pada
perspektif ekonomi. Sederhananya Adiwarman menggunakan istilah-istilah dan
prinsip-prinsip fiqh dalam membahas masalah-masalah ekonomi. Sebagai contoh ia
menjelaskan fenomena distorsi permintaan dan penawaran (false demand dan false
supply) berdasarkan prinsip al-bai’ an-najsy, ia juga menganalisis monopolic
behaviour berdasarkan teori tadlis dalam fiqh dan masih banyak lagi.
Meskipun begitu,
Adiwarman menghindari melakukan islamisasi ekonomi dengan cara mengambil
ekonomi Barat lalu dicari ayat al-Quran dan haditsnya. Menurutnya hal itu tidak
dapat dibenarkan, karena itu memaksakan al-Qur’an dan hadits cocok dengan
pikiran manusia. Ekonomi Islam bukan ekonomi konvensional lalu ditempeli
al-Quran dan hadits.[13]
Itulah sebabnya metode yang ditempuh oleh Adiwaman adalah dengan melakukan
“interpretasi bebas” terhadap teks-teks al-Qur’an, as-sunnah dan fiqh dalam
perspektif ekonomi.
KESIMPULAN
Pada dasarnya semua
pemikiran para tokoh ekonom islam di indonesia berpedoman pada Al-Qur’an dan
As-Sunnah yang menjadi sumber tertinggi islam. Karena dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah itulah semua aspek kehidupan yang membawa kita kepada kebahagiaan
sejati dan membawa kita kepada keselamatan dunia akhirat diatur termasuk dalam
bidang ekonomi. Selain itu ekonomi islam memiliki sifat dasar sebagai ekonomi
Rabbani dan Insani. Disebut ekonomi Rabbani karena sarat dengan arahan dan
nilai-nilai Ilahiah. Lalu dikatakan sebagai ekonomi Insani karena sistem
ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia.
Dan diantara tujuan
dalam ekonomi islam, antara lain:
·
Mencari
kebahagiaan akhirat yang diridhai Allah dengan segala nikmat yang telah Allah
berikan kepada kita.
·
Tidak
melupakan perjuangan nasib di dunia dengan cara berusaha dan berdoa.
·
Berbuat
baik kepada sesama manusia sebagaimana Allah telah memberikan nikmatnya kepada
kita.
·
Dan
menjauhkan diri dari segala tindakan yang menuju kepada kebinasaan di muka bumi
ini.
[1] Perkembangan Kopontren semakin menjamur
setelah digulirkanya proyek P2KR (Proyek Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
(baca:Pessantren) oleh BAPPENAS, 1998.
[2] Outlook Perbankan Syariah 2013,
(Bank Indonesia:2012)
[3] M.
Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur’an Tafsir Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci,
Jakarta: Paramadina, 1996, hlm
[4] M.
Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi,
hlm. X.
[5] M.
Dawam Rahardjo, Intelektual, Intellegensia dan perilaku politik Bangsa:
Risalah Cendekiawan Muslim, Bandung: Mizan, Cet. Ke-4, 1999, hlm
[6] M.
Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, op. cit,
1999, hlm.3-4.
[7] M.
Dawam Rahardjo, Etika Ekonomi dan Manajemen .op. cit, hlm.14.
[8] Ibid,. hlm. 19.
[11] M.
Luthfi Hamidi. Jejak-Jejak Ekonomi
Syariah, (Jakarta : Senayan Abadi Publishing, 2003).
[12] A.
Dimyati,”Studi atas Pemikiran Ekonomi Islam Adiwarman Azwar Karim”
diambil dalam http://didim76.multiply.com/journal/item/5
akses tgl 22-11-2011 pukul 10:53
Tidak ada komentar:
Posting Komentar