PARADIGMA EKONOMI ISLAM
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
MUAMMAR (121209300)
Dosen pembimbing: Intan Qurratul ‘aini, S.Ag,M.St
FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI Ar-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA ACEH
PARADIGMA EKONOMI ISLAM
Ekonomi Islam, baik sebagai ilmu maupun sistem, kini telah memasuki kategori untuk dinyatakan sebagai sebuah paradigma ekonomi baru bersama konfusianisme. Hal ini dibuktikan pula dengan semakin maraknya diskursus tentang ekonomi Islam di berbagai universitas, baik di Barat maupun di negara-negara Islam sendiri. Sementara ekonomi Islam sebagai sebuah sistem juga telah mulai menampakkan kehadirannya, utamanya melalui kehadiran sistem keuangan dan perbankan Islam.
Paradigma ekonomi baru ini dapat lebih diterima oleh masyarakat melalui berbagai pembuktian empirik yang diciptakan, melalui tangan-tangan para akademisi, bankir dan para profesional lainnya yang senantiasa dikawal oleh para alim-ulama dan fuqaha yang memahami berbagai masalah agama. Materi kajian dan diskursus ekonomi Islam telah sampai pada pencarian format baru dalam sistem keuangan Islam, pembentukan berbagai infrastruktur perbankan Islam, metode perhitungan dan penarikan zakat yang tepat untuk seluruh kategori pembayar zakat yang berbeda-beda, berbagai model pembelanjaan secara Islam dan sebagainya. Jadi bahkan lebih dari sekedar metodologi dan paradigmanya
Karena paradigma sistem ekonomi Islam berdasarkan paradigma Islam, maka semuanya berangkat dari pemikiran halal-haram. Mana yang halal maka boleh dikerjakan, dan mana yang haram maka wajib ditinggalkan. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, semuanya harus berdasarkan atas halal-haram.
Dalam konteks pemenuhan kebutuhan manusia, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu benda-benda yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia, dan perbuatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Kedua hal ini (benda dan perbuatan) wajib terikat dengan hukum-hukum halal-haram.[1] Berkaitan dengan keharaman perbuatan, terlihat berdasarkan contoh dalil berikut ini :
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#qè=à2ù's? (##qt/Ìh9$# $Zÿ»yèôÊr& Zpxÿyè»ÒB (
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda…” (QS. Ali Imran: 130)\
3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4
“…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al Baqarah: 275)
Oleh karena itu, riba (bunga) dengan segala bentuknya dan istilahnya, hukumnya jelas haram.
A. Konsep Dasar Ekonomi Islam
Pada pembahasan ekonomi konvensional semua aktifitas berdasarkan perilaku individu-individu yang secara nyata terjadi di setiap unit ekonomi. Karena tidak adanya batasannya syariah yang digunakan, maka prilaku dari setiap individu dalam unit ekonomi tersebut akan bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma atau aturan menurut persepsinya masing-masing.
Sedangkan dalam ekonomi Islam berlandaskan dari syariat. Jika kita telaah lebih dalam landasan ekonomi Islam dibagi menjadi dua, yaitu: landasan tetap dan landasan tidak tetap. Pertama, Landasan tetap berkaitan dengan dasar-dasar utama agama Islam. Atau dapat diibaratkan sebagai kumpulan pokok ekonomi yang diambil dari Nash Al-Qur`an dan Sunah dan diharuskan bagi seorang Muslim untuk mengikutinya pada setiap zaman dan tempat. Landasan ini tidak bisa berubah dalam kondisi apapun.[2]
Dari pemahaman ekonomi dalam Islam ini, menunjukkan bahwa sistem ekonomi ini bukan hanya ditujukan bagi umat Islam saja. Sebab, semua umat manusia bisa dan berhak untuk menggunakan konsep yang ada dalam sistem ekonomi berbasis ajaran Islam tersebut.
Jika diuraikan, ekonomi dalam Islam ini berasal dari ajaran yang terdapat dalam Al Qur'an. Para ahli ekonomi Islamlah yang kemudian menerjemahkan dan menciptakan aplikasinya bagi kehidupan masyarakat.
Beberapa tokoh ekonomi di dalam Islam di antaranya adalah Abu Yusuf (731-798). Abu Yusuf adalah seorang tokoh ekonomi di bidang keuangan umum dengan menghasilkan gagasan tentang peranan negara, pekerjaan umum dan perkembangan pertanian yang masih berlaku hingga sekarang. Tokoh ekonomi di dalam Islam lainnya adalah Ibnu Taimiya yang memaparkan tentang konsep harga ekuivalen. Tusi (1201-1274), mengembangkan gagasan tentang pentingnya nilai pertukaran, pembagian kerja, dan kesejahteraan rakyat. Dan yang paling terkenal, Ibnu Khaldun yang ditasbihkan sebagai Bapak Ilmu Pengetahuan Sosial dunia, memberikan definisi tentang ilmu ekonomi yang lebih luas.
Sebuah ilmu tentu memiliki landasan hukum agar bisa dinyatakan sebagai sebuah bagian dari konsep pengetahuan, demikian pula dengan ekonomi dalam Islam. Ada beberapa dasar hukum yang menjadi landasan pemikiran dan penentuan konsep ekonomi dalam Islam. Beberapa dasar hukum Islam tersebut di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Al Qur'an
Ini merupakan dasar hukum utama konsep ekonomi dalam Islam karena Al Qur'an merupakan ilmu pengetahuan yang berasal langsung dari Allah. Beberapa ayat dalam Al Qur'an merujuk pada perintah manusia untuk mengembangkan sistem ekonomi yang bersumber pada hukum Islam. Di antaranya terdapat pada QS. Az Zumar ayat 27, yaitu:
ôs)s9ur $oYö/uÑ Ä¨$¨Y=Ï9 Îû #x»yd Èb#uäöà)ø9$# `ÏB Èe@ä. 9@sWtB öNßg¯=yè©9 tbrã©.xtGt ÇËÐÈ
“Sesungguhnya Telah kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran Ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran”.
2. Hadist dan Sunnah
Pengertian hadist dan sunnah adalah sebuah perilaku Nabi yang tidak diwajibkan dilakukan manusia, namun apabila mengerjakan apa yang dilakukan Nabi Muhammad, maka manusia akan mendapatkan pahala. Keduanya dijadikan dasar hukum ekonomi dalam Islam mengingat Nabi Muhammad SAW sendiri adalah seorang pedagang yang sangat layak untuk dijadikan panutan pelaku ekonomi modern.
3. Ijma'
Ijma’ adalah sebuah prinsip hukum baru yang timbul sebagai akibat adanya perkembangan jaman. Ijma' adalah konsensus baik dari masyarakat maupun cendekiawan agama, dengan berdasar pada Al Qur'an sebagai sumber hukum utama.
4. Ijtihad atau Qiyas
Merupakan sebuah aktivitas dari para ahli agama untuk memecahkan masalah yang muncul di masyarakat, di mana masalah tersebut tidak tersebut secara rinci dalam hukum Islam.
Dengan merujuk beberapa ketentuan yang ada, maka Ijtihad berperan untuk membuat sebuah hukum yang bersifat aplikatif, dengan dasar Al Qur'an dan Hadist sebagai sumber hukum yang bersifat normatif.[3]
B. Hakikat Kepemilikan
Islam memandang bahwa seluruh yang ada di langit dan di bumi, hakikatnya adalah milik Allah. Allah berfirman dalam surat an Nisa’ ayat 131, yaitu:
¬!ur $tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# 3
“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi…”
Namun demikian, Allah telah memberikan izin kepada manusia untuk memilikinya. Allah menerangkan dalam surat al Hadid ayat 7,yaitu :
(#qãZÏB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur (#qà)ÏÿRr&ur $£JÏB /ä3n=yèy_ tûüÏÿn=øÜtGó¡B ÏmÏù (
Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah Telah menjadikan kamu menguasainya [1456].
[1456] yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan yang bukan secara mutlak. hak milik pada hakikatnya adalah pada Allah. manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang Telah disyariatkan Allah. Karena itu tidaklah boleh kikir dan boros.
Sekalipun Allah telah menguasakan segala yang ada di langit dan di bumi, namun Allah akan memintai pertanggungjawaban manusia atas apa yang telah diperbuatnya, baik tentang cara mendapatkan harta maupun cara membelanjakannya. Allah berfirman dalam surat al Hijr ayat 92-93 yaitu :
În/uuqsù óOßg¨Yn=t«ó¡oYs9 tûüÏèuHødr& ÇÒËÈ $¬Hxå (#qçR%x. tbqè=yJ÷èt ÇÒÌÈ
”Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua. Tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu.”
Segala yang dilakukan manusia, dalam memenuhi kebutuhannya atas apa yang telah Allah berikan kepada manusia, semuanya diketahui oleh Allah. Oleh karenanya, harta semestinya hanya boleh dimanfaatkan sesuai dengan kehendak Allah, yang memiliki harta itu.[4]
Dalam Islam, konsep kepemilikan ini dibatasi menjadi 2 (dua), yaitu kepemilikan individu, dan kepemilikan umum (negara).
1. Kepemilikan individu adalah izin Allah kepada setiap individu untuk memanfaatkan seluruh benda yang ada di alam secara umum. Dasarnya adalah sebagai berikut :
t¤yur /ä3s9 $¨B Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# $YèÏHsd çm÷ZÏiB 4
“Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya…” (QS. Al Jatsiyah: 13)
2. Kepemilikan umum adalah izin Allah selaku pembuat hukum kepada masyarakat untuk memanfaatkan sumber alam secara bersama-sama. Yang termasuk kepemilikan umum adalah sebagai berikut :
v Pertama, adalah barang-barang yang penting bagi masyarakat banyak, yang jika barang tersebut tidak ada maka akan menyebabkan kekacauan. Misalnya, sumber mata air, listrik, sumber energi, dan sebagainya. Dalilnya adalah sabda Rasulullah saw.
“Kaum muslimin berserikat atas tiga hal: air, padang rumput dan api.” (HR. Abu Dawud)
v Kedua, adalah benda-benda yang karakter pembentukannya menghalangi individu untuk memilikinya. Misalnya jalan raya, jalan kecil, jalan kereta api, danau, laut, samudra, pulau, dan sebagainya. Dalilnya, Rasulullah saw. Bersabda :
“Mina adalah milik orang-orang yang terlebih dahulu sampai.” (HR. Abu Dawud)
Kota Mina adalah kota tempat syiar haji dilakukan seperti melempar jumrah atau bermalam di Mina. Artinya, jika ada jemaah haji yang terlebih dulu sampai di salah satu bagian di kota Mina, maka dia berhak menempati tempat itu untuk melaksanakan syiar haji. Berdasarkan hal tersebut, maka tempat yang karakter pembentukannya tidak mungkin dimiliki individu, hukumnya adalah milik umum.
v Ketiga, adalah benda-benda yang jumlahnya banyak atau tidak terbatas. Contohnya adalah berbagai jenis barang tambang yang ada. Dalilnya adalah hadis berikut.
Imam At Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Abyadh bin Hamal, bahwa ia telah meminta kepada Rasulullah SAW untuk mengelola sebuah tambang garam. Lalu Rasulullah memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki bertanya: “Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir.” Rasulullah kemudian bersabda: “Tariklah tambang tersebut darinya.”
Arti dari kalimat “yang bagaikan air mengalir” menunjukkan bahwa benda yang diberikan Rasulullah saw. tersebut jumlahnya melimpah. Tetapi karena jumlahnya melimpah, maka Rasulullah menariknya kembali dan tidak menjadikannya milik individu, tetapi milik umum.[5]
Sementara itu, setiap kekayaan yang penggunaannya tergantung pada pendapat khalifah dan ijtihadnya, dianggap sebagai kepemilikan negara seperti pajak (dharibah), kharaj, dan jizyah (pungutan dari kafir dzimmi, orang kafir yang rela menjadi warga negara Khilafah Islam).
C. Tujuan Ekonomi Islam
Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim boleh menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakupi aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya).[6] Para ulama menyepakati bahawa maslahah yang menjadi puncak sasaran di atas mencakupi lima jaminan dasar:
Keselamatan keyakinan agama ( al din)
Kesalamatan jiwa (al nafs)
Keselamatan akal (al aql)
Keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
Keselamatan harta benda (al mal)
D. Kesimpulan
Sistem Ekonomi yang sedang begitu marak di sekitar kita adalah salah satu teori yang dipraktekkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam yang telah mengaturnya, hanya saja kita baru sekarang ingin membangkitkan kembali karena telah diabaikan oleh sistem perekonomian barat, dengan adanya sistem ekonomi Islam seperti yang kita lihat sekarang, maka pembagian harta benda antar masyarakat bisa diterima dengan sepenuhnya, dikarenakan landasan yang tidak dapat dihalangi oleh siapapun,yaitu:
Ø Al Qur’an
Ø Hadits
Ø Ijma’
Ø Ijtihad/Qiyas
DAFTAR PUSTAKA
Mannan, M.A. 1993. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Penerbit PT. Dana Bhakti Wakaf. Yogyakarta.
Muhammad, 2007, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mustafa Edwin Nasution, 2006, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
[1]M.A. Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam,( Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf 1993).
[2] Muhammad,Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam,(Yogyakarta:Graha Ilmu 2007).
[3] Ibid.
[4] M.A. Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam,( Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf 1993).
[5] Ibid.
[6] Edwin Mustafa Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2006)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar