Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS)
DISUSUN OLEH :
Muammar
Dosen Pembimbing :
Zaiyad Zubaidi, MA
FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA ACEH
DAFTAR
ISI
BAB I : PENDAHULUAN..............................................................................
A.
Latar
Belakang..............................................................................
B.
Rumusan
Masalah........................................................................
C.
Tujuan
Penulisan..........................................................................
BAB II : PEMBAHASAN...............................................................................
A.
Pengertian,
Sejarah Perkembangan dan Tujuan BPRS...................
1.
Pengertian
BPRS.....................................................................
2.
Sejarah
Perkembangan BPRS..................................................
3.
Tujuan
BPRS..........................................................................
B.
Kegiantan
Usaha BPRS serta Larangan Dalam BPRS....................
C.
Produk-Produk
BPRS...................................................................
1.
Mobilisasi
Dana Masyarakat...................................................
2.
Penyaluran
Dana....................................................................
BAB III : PENUTUP.......................................................................................
Kesimpulan.........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bank
sebagai lembaga perantara jasa keuangan (financial intermediary), yang tugas
pokoknya adalah menghimpun dana dari masyarakat, di harapkan dengan dana di
maksud dapat memenuhi kebutuhan dana perkreditan yang tidak di sediakan oleh
dua lembaga sebelumnya (swasta dan Negara). Indonesia sebagai Negara yang
mayoritas penduduknya beragama islam, telah lama mendambakan kehadiran system
lembaga keuangan yang sesuai tuntutan kebutuhan tidak sebatas financial namun
juga tuntutan moralitasnya. Sistem bank mana yang di maksud adalah perbankan
yang terbebas dari praktik bunga (free interest banking). Sistem bank bebas
bunga atau di sebut pula bank islam atau bank syari’ah, memang tidak khusus di
peruntukkan untuk sekelompok orang, namun sesuai landasan islam yang “Rahmatan
lil ‘alamin”, didirikan guna melayani masyarakat banyak tanpa membedakan
keyakinan yang di anut.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian, sejarah perkembangan dan tujuan dari BPRS?
2.
Apa
saja kegiatan Usaha dan Larangan Dalam BPRS?
3.
Apa
saja jenis-jenis produk BPRS?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Memberikan
gambaran pengertian dan tujuan BPRS.
2.
Memberikan
penjelasan tentang kegiatan usaha dan larangan dalam BPRS.
3.
Memberikan
penjelasan tentang jenis-jenis produk dalam BPRS.
BAB II
PEMBAHASAN
BANK
PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH (BPRS)
A. Pengertian, Sejarah Perkembangan dan Tujuan BPRS.
1. Pengertian
BPRS
Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPR-Syariah) adalah salah satu lembaga keuangan
perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsip–prinsip syariah
ataupun muamalah islam.
BPRS
berdiri berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.
Pada pasal 1 (butir 4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7
Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa BPRS adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
BPR yang
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selanjutnya diatur menurut
Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12 Mei
1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam hal
ini, secara teknis BPR Syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan
sebagaimana BPR konvensional yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip
syariah terutama bagi hasil.
2. Sejarah
Perkembangan BPRS
Istilah
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dikenalkan pertama kali oleh Bank Rakyat
Indonesia (BRI) pada akhir tahun 1977, ketika BRI mulai menjalankan tugasnya
sebagai Bank pembina lumbung desa, bank pasar, bank desa, bank pegawai dan
bank-bank sejenis lainnya. Pada masa pembinaan yang dilakukan oleh BRI, seluruh
bank tersebut diberi nama Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Menurut
Keppres No. 38 tahun 1988 yang dimaksud dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
adalah jenis bank yang tercantum dalam ayat (1) pasal 4 UU. No. 14 tahun 1967
yang meliputi bank desa, lumbung desa, bank pasar, bank pegawai dan bank
lainnya.
Status
hukum Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pertama kali diakui dalam fakta tanggal 27
Oktober 1988, sebagai bagian dari Paket Kebijakan Keuangan, Moneter, dan
perbankan. Secara historis, BPR adalah penjelmaan dari beberapa lembaga
keuangan, seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai Lumbung
Pilih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD),
Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga
perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Desa (BKPD) dan atau lembaga lainnya
yang dapat disamakan dengan itu. Sejak dikeluarkannya UU No. 7 tahun 1992
tentang Pokok Perbankan, keberadaan lembaga-lembaga keuangan tersebut status
hukumnya diperjelas melalui ijin dari Menteri Keuangan.
Dalam
perkembangan selanjutnya perkembangan BPR yang tumbuh semakin banyak dengan
menggunakan prosedur-prosedur Hukum Islam sebagai dasar pelaksanaannya serta
diberi nama BPR Syariah. BPR Syariah yang pertama kali berdiri adalah adalah
PT. BPR Dana Mardhatillah, kec. Margahayu, Bandung, PT. BPR Berkah Amal
Sejahtera, kec. Padalarang, Bandung dan PT. BPR Amanah Rabbaniyah, kec.
Banjaran, Bandung. Pada tanggal 8 Oktober 1990, ketiga BPR Syariah tersebut
telah mendapat ijin prinsip dari Menteri Keuangan RI dan mulai beroperasi pada
tanggal 19 Agustus 1991.
Selain
itu, latar belakang didirikannya BPR Syariah adalah sebagai langkah aktif dalam
rangka restrukturasi perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam berbagai
paket kebijakan keuangan, moneter, dan perbankan secara umum. Secara khusus
mengisi peluang terhadap kebijakan bank dalam penetapan tingkat suku bunga
(rate of interest) yang selanjutnya secara luas dikenal sebagai sistem
perbankan bagi hasil atau sistem perbankan Islam dalam skala outlet retail
banking (rural bank). Perkembangan bank syariah dari awal keberadaannya hingga
November 2001 terdapat 81 BPRS. BPRS
tersebut distribusi jaringan kantor tersebar pada 18 provinsi yang berada di
Indonesia.
3. Tujuan
BPRS
Terdapat beberapa tujuan yang dikehendaki dari
berdirinya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), diantaranya :
- Meningkatkan
kesejahteraan ekonomi umat islam, terutama masyarakat golongan
ekonomi lemah yang pada umumnya di daerah pedesaan.
- Menambah lapangan
kerja terutama di tingkat kecamatan sehingga dapat mengurangi arus
urbanisasi.
- Membina semangat
ukhuwah islamiyyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka meningkatkan
pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yg memadai.
Untuk mencapai tujuan operasional BPR Syariah tersebut diperlukan strategi
operasional sbg berikut:
- BPRS tidak
bersifat menunggu terhadapa datangnya permintaan fasilitas melainkan
bersifat aktif dgn melakukan sosialisasi/penelitian kpd usaha-usaha
berskala kecil yg perlu dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek
bisnis yg baik.
- BPRS memiliki
jenis usaha yg waktu perputaran uangnya jangka pendek dgn mengutamakan
usaha skala menengah & kecil.
- BPRS mengkaji
pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yg akan
diberi pembiayaan.
Kehadiran
BPRS bisa menjadi sumber permodalan bagi pengembangan usaha-usaha masyarakat
golongan ekonomi lemah, sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan
dan kesejahtertaan mereka.
- Menambah
lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga dapat mengurangi
arus urbanisasi. Kehadiran BPRS di kecamatan-kecamatan ikut memberikan
kesempatan kerja bagi masyarakat yang memiliki potensi perbankan, baik
dalam permodalan maupun dalam hal tenaga ahli. Sehingga semakin banyaknya
BPRS di kecamatan-kecamatan maka akan semakin banyak pula tenaga yang
terserap disektor perbankan. Selain itu, pembiayaan-pembiayaan yang
disalurkan BPRS bagi masyarakat membuka peluang usaha dan kerja yang
semakin luas, maka pada gilirannya kehadiran BPRS akan menjadi penghambat
bagi lajunya urbanisasi.
- Membina
ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan
pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang memadai. Hal ini
mengandung makna bahwa dalam BPRS ditumbuhkan nilai ta’awun (saling
membantu) antara pemilik modal dengan pemilik pekerjaan. Dengan nilai
ta’awun inilah akan tumbuh kebersamaan antara bank dan nasabah yang
merupakan faktor terpenting dalam mewujudkan Ukhuwah Islamiyah. Melalui
kebersamaan tersebut usaha-usaha yang yang dilakukan masyarakat dengan
modal yang diberikan oleh BPRS bisa meningkatkan pendapatan masyarakat,
maka pada tingkat yang lebih tinggi akan pula meningkatkan perkapita baik
lokal maupun nasional.
Djazuli
dan Yadi Janwari menjabarkan tiga tujuan diatas menjadi lima tujuan, yaitu :
- Meningkatkan
kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama masyarakat golongan ekonomi
lemah yang pada umumya berada di daerah pedesaan.
- Meningkatkan
pendapatan per kapita
- Menambah lapangan
kerja terutama di tingkat kecamatan.
4.
Mengurangi
urbanisasi.
5.
Membina
semangat Ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi.
B. Kegiatan
Usaha BPRS serta Larangan Dalam BPRS
Sebagai lembaga keuangan syariah pada dasarnya Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang
serupa dengan bank-bank umum syariah. Namun demikian, sesuai UU Perbankan No.
10 tahun 1998, BPR Syariah hanya dapat melaksanakan usaha-usaha sebagai
berikut:
1.
Menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan
dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2.
Memberikan
kredit.
3.
Menyediakan
perkreditan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4.
Menempatkan
dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, sertifikat
deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
Dalam menjalankan usaha BRPS juga
terdapat beberapa larangan yang diatur berdasarkan pasal 14 UU No.17 tahun
1992. Di antaranya adalah :
1.
Menerima
simpanan dalam bentuk giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran
2.
Melakukan
kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing
3.
Melakukan
penyertaan modal
4.
Melakukan
usaha perasuransian
5.
Melakukan
usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana disebutkan pada kegiatan usaha
yang boleh dilakukan oleh BPRS
C. Produk-Produk
BPRS
Produk-produk
yang ditawarkan BPR Syariah secara garis besar adalah :
1.
Mobilisasi
Dana Masyarakat
Bank akan mengerahkan dana masyarakat dalam berbagai
bentuk seperti menerima simpanan wadi’ah, adanya fasilitas tabungan dan
deposito berjangka. Fasilitas ini dapat digunakan untuk menitip shadaqah,
infaq, zakat, persiapan ongkos naik haji (ONH), dll.
a.
Simpanan
Amanah
Bank menerima titipan amanah berupa dana infaq,
shadaqah dan zakat. Akan penerimaan titipan ini adalah wadi’ah yakni titipan
yang tidak menanggung resiko. Bank akan memberikan kadar profit dari bagi hasil
yang didapat melalui perkreditan kepada nasabah.
b.
Tabungan
Wadi’ah
Bank menerima tabungan pribadi maupun badan usaha
dalam bentuk tabungan bebas. Akad penerimaan yang digunakan sama yakni wadi’ah.
Bank akan memberikan kadar profit kepada nasabah yang dihitung harian dan
dibayar setiap bulan.
c.
Deposito
Wadi’ah / deposito Mudharabah
Bank
menerima deposito berjangka pribadi maupun badan usaha. Akad penerimaannya
wadi’ah atau mudharabah, dimana bank menerima dana yang digunakan sebagai
penyertaan sementara dalam jangka 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dst.
Deposan yang menggunakan akad wadi’ah mendapat nisbah bagi hasil keuntungan
lebih kecil dari mudharabah bagi hasil yang diterima dalam perkreditan nasabah
setiap bulan.
2.
Penyaluran
Dana
a.
Perkreditan
mudharabah
Perjanjian antara pemilik dana (pengusaha) dengan
pengelola dana (bank) yang keuntungannya dibagi menurut rasio sesuai dengan
kesepakatan. Jika mengalami kerugian maka pengusaha menanggung kerugian dana,
sedangkan bank menanggung pelayanan materiil dan kehilangan imbalan kerja.
b.
Perkreditan
musyarakah
Perjanjian antara pengusaha dengan bank, dimana
modal kedua pihak digabungkan untuk sebuah usaha yang dikelola bersama-sama.
Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan awal.
c.
Perkreditan
Bai Bitsaman Ajil
Proses jual beli antara bank dan nasabah, dimana
bank menalangi lebih dulu pembelian suatu barang oleh nasabah, kemudian nasabah
akan membayar harga dasar barang dan keuntungan yang disepakati bersama.
d.
Perkreditan
Murabahah
Perjanjian antara bank dan nasabah, dimana bank
menyediakan perkreditan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja yang
dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual
bank (harga beli bank plus margin keuntungan saat jatuh tempo).
e.
Perkreditan
Qardul Hasan
Perjanjian antara bank dan nasabah yang layak
menerima perkreditan kebajikan, dimana nasabah yang menerima hanya membayar
pokoknya dan dianjurkan untuk memberikan ZIS.
f.
Perkreditan
Istishna’
Perkreditan dengan prinsip jual beli, dimana BPRS
akan membelikan barang kebutuhan nasabah sesuai kriteria yang telah ditetapkan
nasabah dan menjualnya kepada nasabah dengan harga jual sesuai kesepakatan
kedua belah pihak dengan jangka waktu serta mekanisme pembayaran/pengembalian
disesuaikan dengan kemampuan/keuangan nasabah.
g.
Perkreditan
Al-Hiwalah
Penggambil
alihan hutang nasabah kepada pihak ketiga yang telah jatuh tempo oleh BPRS,
dikarenakan nasabah belum mampu untuk membayar tagihan yang seharusnya
digunakan untuk melunasi hutangnya. Perkreditan ini menggunakan prinsip
pengambil alihan hutang, dimana BPRS dalam hal ini akan mendapatkan ujroh/ fee
dari nasabah yang besar dan cara pembayarannya berdasarkan kesepakatan kedua
belah pihak.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR-Syariah) adalah
salah satu lembaga keuangan perbankan syariah, yang pola operasionalnya
mengikuti prinsip–prinsip syariah ataupun muamalah islam.
BPR Syariah didirikan berdasarkan UU No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang
Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Pasal 1 (butir 4) UU No. 10 Tahun 1998
tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa
BPR Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
Tujuan
didirikannya BPR Syariah sebagai berikut:
- Meningkatkan
kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama masyarakat golongan ekonomi
lemah yang pada umumnya di daerah pedesaan.
- Menambah lapangan
kerja terutama di tingkat kecamatan sehingga dapat mengurangi arus
urbanisasi.
- Membina semangat
ukhuwah islamiyyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka meningkatkan
pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yg memadai.
DAFTAR
PUSTAKA
Sudarsono,
Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi.
Ekonesia. Yogyakarta .2005.
Sjahdeini,
Sutan Remy. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan
Islam. PT. Pustaka Utama Grafiti. Jakarta.2005.
MUI. Fatwa-Fatwa
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. MUI. Jakarta : 2006.
http://acankende.wordpress.com/2010/11/28/bank-perkreditan-rakyat-bpr-syariah/